Ads Top

Kisah Horor Hotel Cakra Solo, Tempat Tentara Jepang Saling Bunuh


Bekas Hotel Cakra yang kini menjadi rumah hantu di Kota Solo ternyata punya sejarah yang menarik untuk ditelusuri. Dari sejarahnya sebagai pangkalan militer Jepang di Solo hingga saat ini telah ditinggalkan dan diubah menjadi rumah hantu. Salah satu pemerhati sejarah dan budaya Solo, KRMAP L Nuky Mahendranata Adiningrat, membahas sejarah Hotel Cakra melalui akun Instagram @kanjengnuky sepekan lalu.

 

Dalam postingannya tersebut, Kanjeng Nuky menuliskan bahwa Hotel Cakra yang terletak di Jalan Slamet Ryadi, Kemlayan, Solo, pernah menjadi medan pertempuran pada masa kemerdekaan Indonesia. Perang di sana bermula setelah gagalnya penyerahan kekuasaan kolonial Jepang kepada pemerintah Indonesia di Solo.

 

Ketika pelaksanaan peralihan kekuasaan yang dilakukan pemerintah Jepang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia di Surakarta tidak berhasil, maka timbullah konflik peralihan kekuasaan sipil dan militer antara rakyat Jepang pada tanggal 1 Oktober 1945, tulis Kanjeng Nuky pada Instagram. Dikatakannya, sebelumnya, Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Solo, Bapak BPH Soemodiningrat yang merupakan paman dari nenek buyutnya memimpin delegasi Indonesia menemui Presiden Jepang, Watanabe. Pertemuan itu berjalan dengan baik. Watanabe dengan sukarela menyerahkan pemerintahan sipil Surakarta kepada Indonesia, tulisnya.

 

Senada dengan itu, Suyatno Yosodipuro, tokoh pemuda, yang memimpin delegasi menemui Letkol. Kol. T Mase pada tanggal 4-5 Oktober 1945, Panglima Tentara Sipil. Dalam pertemuan tersebut, Suyatno berhasil meyakinkan panglima militer Jepang agar menyerahkan kekuatan militernya untuk menghindari pertumpahan darah. Namun Kempetai (polisi militer) di bawah pimpinan Letkol T Mase menolak menyerah. Komandan Kempetai, Kapten Sato, menolak menyerah karena tidak ada perintah khusus dari Tenno Heika (Yang Mulia Kaisar Jepang). Tingkah laku Kapten Sato memicu pengepungan dan pertempuran di kawasan Kemlayan pada 12 Oktober 1945. jelas Kanjeng Nuky. di tempatnya.

 

Penyerangan markas Kempetai (sekarang bekas Hotel Cakra) dipimpin oleh Slamet Ryadi. Akhirnya Kempetai berhenti.

 

Kantor pusatnya, yang sekarang dikenal sebagai Hotel Cakra, dikelola sepenuhnya oleh Indonesia. Menurut Kanjeng Nuky yang banyak mencatat cerita dari akun temannya dan di tempat lain, saat itu banyak ditemukan mayat tentara Jepang yang ditembak di kepala oleh temannya.

 

“Tindakan Harakiri yang mengerikan juga menyisakan misteri di bagian Hotel Cakra yang kini kosong dan dijadikan gedung usaha oleh para tunawisma,” jelasnya. Hubungi, Rabu (13/12), Kanjeng Nuky menjelaskan lebih dalam tentang sejarah Hotel Cakra pertama.

 

Katanya, kalau tentara Jepang menang, mereka menembak kepalanya sendiri. Menurutnya, tentara Jepang memilih mati dibandingkan menyerahkan kekuasaan.

 

“Dulu danau ini digunakan untuk pemakaman atau pemenggalan kepala. Makanya saat Hotel Cakra digunakan banyak terjadi kejadian, orang menggedor-gedor pintu gedung dan memukul-mukul kepalanya. Makanya restoran ditindas, kata Kanjeng Nuky, Rabu (13/12/2023). Stagnan sejak tahun 1990an 

Menurut Kanjeng Nuky, Hotel Cakra mulai mengalami kemunduran pada tahun 1990-an atau sempat terbengkalai selama kurang lebih 30 tahun, itulah yang membuat bangunan ini begitu menyeramkan. “Jadi di sana, kalau teman-teman orang indigo, memang ada kotanya. Tempatnya ramai (dengan hal-hal yang sakti). “Semua orang di sana bercampur dengan hal-hal yang bersifat hantu dan setan,” jelasnya.

 

Saat ini, bangunan tersebut kembali digunakan sebagai rumah hantu yang banyak dikunjungi orang. Ia mengatakan itu adalah keputusan yang baik karena membuat rumahnya menjadi "bersih".

 

“Karena selama beberapa dekade, kami tidak tahu persis ke mana hal ini akan membawa kami. atau merobohkannya atau menggunakannya untuk tujuan lain. “Dengan menggunakan rumah hantu, orang akan menyentuh tempat itu,” ujarnya. Kanjeng Nuky berharap kedepannya tempat bersejarah ini dapat terus dimanfaatkan agar tidak terbengkalai lagi. Perlu diketahui, Arsip Kemerdekaan Indonesia juga terletak di pusat kota Solo.


Bekas Hotel Cakra yang kini menjadi rumah hantu di Kota Solo ternyata punya sejarah yang menarik untuk ditelusuri. Dari sejarahnya sebagai pangkalan militer Jepang di Solo hingga saat ini telah ditinggalkan dan diubah menjadi rumah hantu. Salah satu pemerhati sejarah dan budaya Solo, KRMAP L Nuky Mahendranata Adiningrat, membahas sejarah Hotel Cakra melalui akun Instagram @kanjengnuky sepekan lalu.

 

Dalam postingannya tersebut, Kanjeng Nuky menuliskan bahwa Hotel Cakra yang terletak di Jalan Slamet Ryadi, Kemlayan, Solo, pernah menjadi medan pertempuran pada masa kemerdekaan Indonesia. Perang di sana bermula setelah gagalnya penyerahan kekuasaan kolonial Jepang kepada pemerintah Indonesia di Solo.

 

Ketika pelaksanaan peralihan kekuasaan yang dilakukan pemerintah Jepang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia di Surakarta tidak berhasil, maka timbullah konflik peralihan kekuasaan sipil dan militer antara rakyat Jepang pada tanggal 1 Oktober 1945, tulis Kanjeng Nuky pada Instagram. Dikatakannya, sebelumnya, Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Solo, Bapak BPH Soemodiningrat yang merupakan paman dari nenek buyutnya memimpin delegasi Indonesia menemui Presiden Jepang, Watanabe. Pertemuan itu berjalan dengan baik. Watanabe dengan sukarela menyerahkan pemerintahan sipil Surakarta kepada Indonesia, tulisnya.

 

Senada dengan itu, Suyatno Yosodipuro, tokoh pemuda, yang memimpin delegasi menemui Letkol. Kol. T Mase pada tanggal 4-5 Oktober 1945, Panglima Tentara Sipil. Dalam pertemuan tersebut, Suyatno berhasil meyakinkan panglima militer Jepang agar menyerahkan kekuatan militernya untuk menghindari pertumpahan darah. Namun Kempetai (polisi militer) di bawah pimpinan Letkol T Mase menolak menyerah. Komandan Kempetai, Kapten Sato, menolak menyerah karena tidak ada perintah khusus dari Tenno Heika (Yang Mulia Kaisar Jepang). Tingkah laku Kapten Sato memicu pengepungan dan pertempuran di kawasan Kemlayan pada 12 Oktober 1945. jelas Kanjeng Nuky. di tempatnya.

 

Penyerangan markas Kempetai (sekarang bekas Hotel Cakra) dipimpin oleh Slamet Ryadi. Akhirnya Kempetai berhenti.

 

Kantor pusatnya, yang sekarang dikenal sebagai Hotel Cakra, dikelola sepenuhnya oleh Indonesia. Menurut Kanjeng Nuky yang banyak mencatat cerita dari akun temannya dan di tempat lain, saat itu banyak ditemukan mayat tentara Jepang yang ditembak di kepala oleh temannya.

 

“Tindakan Harakiri yang mengerikan juga menyisakan misteri di bagian Hotel Cakra yang kini kosong dan dijadikan gedung usaha oleh para tunawisma,” jelasnya. Hubungi, Rabu (13/12), Kanjeng Nuky menjelaskan lebih dalam tentang sejarah Hotel Cakra pertama.

 

Katanya, kalau tentara Jepang menang, mereka menembak kepalanya sendiri. Menurutnya, tentara Jepang memilih mati dibandingkan menyerahkan kekuasaan.

 

“Dulu danau ini digunakan untuk pemakaman atau pemenggalan kepala. Makanya saat Hotel Cakra digunakan banyak terjadi kejadian, orang menggedor-gedor pintu gedung dan memukul-mukul kepalanya. Makanya restoran ditindas, kata Kanjeng Nuky, Rabu (13/12/2023). Stagnan sejak tahun 1990an 

Menurut Kanjeng Nuky, Hotel Cakra mulai mengalami kemunduran pada tahun 1990-an atau sempat terbengkalai selama kurang lebih 30 tahun, itulah yang membuat bangunan ini begitu menyeramkan. “Jadi di sana, kalau teman-teman orang indigo, memang ada kotanya. Tempatnya ramai (dengan hal-hal yang sakti). “Semua orang di sana bercampur dengan hal-hal yang bersifat hantu dan setan,” jelasnya.

 

Saat ini, bangunan tersebut kembali digunakan sebagai rumah hantu yang banyak dikunjungi orang. Ia mengatakan itu adalah keputusan yang baik karena membuat rumahnya menjadi "bersih".

 

“Karena selama beberapa dekade, kami tidak tahu persis ke mana hal ini akan membawa kami. atau merobohkannya atau menggunakannya untuk tujuan lain. “Dengan menggunakan rumah hantu, orang akan menyentuh tempat itu,” ujarnya. Kanjeng Nuky berharap kedepannya tempat bersejarah ini dapat terus dimanfaatkan agar tidak terbengkalai lagi. Perlu diketahui, Arsip Kemerdekaan Indonesia juga terletak di pusat kota Solo.

No comments:

Powered by Blogger.